Jumat, 21 Maret 2014

Karena Inginku Berbatas Cakrawala

Riuh angin menyapa tatkala kabar tentangmu berlagu
Entah mengapa hati menjadi satu frekuensi dengan hadirmu
Semua tertuju pada inginku yang tak pernah berwajah sebelumnya
Namun, semua terbatas, ada sekat begitu kokoh menghalagi
Kini...
Tak dapat kuraba 
Task dapat kurasa semua asa tentangmu
Segalanya seolah mengabur
Semua perlahan berlarian, berhamburan menuju cakrawala
Mungkin kelak ku kan menemuimu kembali...

Bumi Nikel, 21 Maret 2014

Rabu, 19 Maret 2014

"Dan Jadilah Akar" Katanya

Mungkin hati telah terlanjur buram dengan segala karunia dari-Nya
Meski hati berkoar, namu ia tak pernah bergeming
Ia selalu saja meratapi segala luka dan lara yang ia dekap
Namun,,,
Tatkala kau kisahkan tentang cemara, pohon berdaun rimbun,
Serta akar yang tak pernah letih mencari kehidupan,
Saat itu muncul suar dalam kelam
Secercah cahaya mulai terbersit menyayat kelam
Ada sedikit kuncup yang mulai tumbuh dari jiwa yang mulai gersang
Kisah tentang akar yang kau kisahkan mungkin benar...
Aku tak boleh terlalu larut dan mematikan asaku perlahan-lahan
Terlalu naif membiarkan napas yang Ia beri terbuang tanpa makna
Mengisi setiap hembusannya dengan keluhku...
Kini ku mulai berjalan, 
Menjadi akar yang tak pernah lelah mencari makna
Dibalik anugerah yang Ia hadiahkan kepada jiwa ini...

Bumi Nikel, 19 Maret 2014

Maret tak lagi GEGANA :D

Jumat, 14 Maret 2014

Ajari Aku


Ajari aku mencintaimu
Agar aku lupa akan waktu yang bergulir
Ajari aku menyayangmu
Agar aku tak terbuai dengan semilir
Ajari aku mengasihimu
Agar aku tak risau akan kurangmu
Ajari aku merindukanmu
Agar aku telah terbiasa jika tanpamu,,,


(Bumi Nikel, 14 Maret 2014)

Rabu, 12 Maret 2014

Ze dan Perisai

Pekikan-pekikan senja semakin riuh bak arak-arakan sang raja
Jiwa terbangun dari pembaringannya menuju celah-celah rindu 
Kembali ia tersungkur... 
Rindu yang ia peluk semakin membuncah dan meleleh
Bukannya ia berpikir menengadah pada langit hijau ataupun menengadah mentari
Ia hanya ingin sekadar membasuh wajahnya dengan rona jingga seperti mereka,
Mereka yang selalu bermandikan jingga di kala senja 

Dan kini...
Ia kembali berdiri di ujung senja
Imajinya membumbung menembus batas senja 
Namun.. 
Lara masih memeluk raganya erat-erat 
Biarlah pekat menghapus jejak-jejak lara pada tubuhnya

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(3 Oktober 2012 pukul 16:16)

12 12 '12

Pekat seolah pamit dengan begitu sendu
Bayu hanya bisa mengantarnya ke gerbang fajar 
Kala itu sang embun bersiap memberikan atraksi terbarunya
Burung-burung pun berlatih vokal ingin memperdengarkan kicau termerdunya

Entah mengapa bayangan kelam menyapa
Tak ingin ia datang kembali
Tak ingin bersua dengannya lagi
Tak ingin ia seperti yang sang embun datang dan pergi
Tatkala sang embun merapal doa di cekungan dedaunan, 
Ku ingin ia mendoakan agar bayang kelam tak lagi menyapaku 
Biarkan mentari melalap bayang kelam itu
Biarkan ia pamit dan tak kembali lagi... 

#Asa

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(12 Desember 2012 pukul 4:16)

Sepi Bukanlah Antagonis

Kali ini mentari tak pamit kepada mega-mega jingga 
Langit senja begitu teduh 
Hanya sepi yang berliuk di sana 
Ia sesekali berlarian bersama sepoi 
Ia berbisik "Ikrar baru telah lahir." 
Bukan kali pertama ikrar itu terukir 
Begitu mudah terombang ambing dalam lautan sepi...


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(12 Maret 2013 pukul 17:21)

Sepenggal Kisah Lalu (Sebab-muzhab)

Dunia kembali berguncang. Kalau dikatkn berguncang hebat, entahlah... belum bisa didefinisikan....

Masih ingatkah engkau tentag tragedi di pertengahan bulan Juni 2011??yah,..saat itu... saat akan mewujudkan dunia baru...

Kisah itu bercerita tentang seseorng yang terbuang dari kelompoknya hingga ia harus berusaha membangun negeri barunya. Namun, suka duka tak luput dari negeri itu... ketakutan pelaku utmnya akan keutuhan negerinya sering menjadi badai bagi negerinya, namun di balik badai itu akan muncul pelangi 9 warna...

Kini, sang tokoh utama kembali mengalami pergolakan... Dunia kedua, ketiga, dan keempat sedikit demi sedikit mengalami badai... 

Namun, ALLAH mahaadil... Ia telah mengirimkn dunia baru untuknya... Semoga dunia barunya lebih tenteram dan penghuni lamanya bisa menerimanya.... Maafkan dia dan ungkapkan padanya tatkala dia ada salah atau khilaf...


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(30 Januari 2012 pukul 7:15)

Perbincangan Pekat

Sedari tadi gerimis meringis tiada henti 
Ada segudang pilu yang tak sanggup ia dekap sendirian... 
Hatinya mulai gusar dan pilu 
Sesekali ia berbisik dalam sedu sedannya


"Telah kuberi yang terbaik segala yang ku punya, Ia justru berpaling dan enggan menyapa" 
Suara kepiluannya semakin jelas terdengar 
Pekat kini tersentuh dengan kisah itu 
Ia kembali berbisik, "Tenanglah, hukum LOA dan DOA tak pernah usang" 


Gerimis semakin meringis dan memberontak
"Mengapa ia pergi di saat ku butuhkannya?? Mengapa ia tak di sini, padahal aku telah bertahan untuknya" 


Pekat hanya tersenyum di belantara semerbak bau basah tanah 
"Tenangkan dirimu, ia pergi karena tak sanggup memberi kasih seperti kasih yang kau beri... Tuhan mu mahatahu yang terbaik untukmu, Ia kan menggantinya dengan yang lebih indah," bisik pekat dengan lembutnya 


Gerimis masih meringis 
Ia menangis bahagia telah berlabuh setelah terombang ambing dalam lautan pilu... 


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(18 Maret 2013 pukul 23:15)

Lirih

Mungkin engkau melihat senyum di wajahku
Tatkala kau mencibir segala luka dan kurangku
Ketahuilah... 
Itulah caraku melindungi redupku agar tak padam seketika 
Meski membuatku mati perlahan-lahan


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(13 Maret 2013 pukul 21:30)

Gemuruh Rasa

Menapaki lorong-lorong kecil yang berliku 
Menanjak dan curam
Meski terik menyengat
Namun tak boleh mengeluh
Itu petuah yang selalu terngiang 
Jiwa telah berevaporasi dan tertatih
Namun... 
Kondensasi kan tiba tatkala pekat menyapa
Kata-kata bijak berkonfrontasi bak gemuruh di tengah hujan badai

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(14 Maret 2013 pukul 20:38)

Gelembung Asa

Kini rintik hujan telah menyapa
Entah mengapa rindu akan hujan semakin membuncah
Namun, tetap harus bersabar menanti datangnya musim hujan
Meski anomali kadang menghadang...
 
Langit kala itu semakin mendung dan gelap 
Ia memang bukan lilin yang merelakan dirinya habis terbakar 
Demi menerangi sekitarnya
Ia hanyalah redup yang usang dan tiada bersinar
Ia hanya ingin hujan mengenal dirinya apa adanya
Membiarkan hujan mencumbuinya
Meski itu bisa membuatnya semakin redup dan padam
Ia hanya berusaha memeluk gelembung asa yang telah ia buat
Agar tak pecah menjadi puing-puing

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(29 Oktober 2012 pukul 15:03)

Bukan Aku, melainkan Kita

Sejenak kembali terhanyut 
Ribuan warna membuai mata 
Senyum, tawa mulai terngiang 
Kisah itu masih melekat nyata dalam imaji 

Kini, ku menemuimu meski dalam asa 
Ku tatap dalam-dalam bidikan itu 
Serasa kembali ke masa itu 
Waktu begitu cepat berlalu 
Raga pun harus terpisah 
Meski jiwa begitu ingin slalu bersua
Kini, rindu itu kian membuncah 
Tumpah ruah menggenangi dinding asa 
Kelak kan bersua meski alur masih berliuk

#Republik B PBSI 08

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn

(7 Maret 2013 pukul 19:45)


Bayang-Bayang Fatamorgana

Sudah lama tak terdengar sapaan sang Bayu 
Sudah jauh dari pelupuk mata bayang pelangi jingga 
Meski tak berwajah mengapa begitu memikat?? 
Rasa memang anugerah yang penuh tanda tanya 
Tak bisa teraba namun ia begitu memikat... 
Aku tak mau kau sebut bebal 
Meski harus estafet dalam kepandiran yang sama 
Mencari pelabuhan imaji di samudera kelam 
Hanya berkawan dengan kenaifan 
Benar-benar terkoyak... 
Tak ada lagi gemimtang yang menjadi pedoman 
Hanya seberkas cahaya dari mentari ufuk Timur... 
"Kembalilah pada jiwamu yang telah lama kau abaikan hanya demi Fatamorgana", bisiknya.... 


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(17 Maret 2013 pukul 7:48)

Bayang Ranah 3 Warna

Pagi ini burung berkicau merdu
Deru Raft dari danau purba, Matano
Membangunkan pagi dari dekapan embun
Terlintas dalam benak akan sketsa kisah tiga warna cerah
Namun, alur yang telah tersusun apik terimprovisasi
Mungkin Tuhan belum meridai kisah ranah 3 warna
Dengan setting dan alur yang telah ada dalam imaji
Ia telah menyediakan alur yang lebih apik
Agar kisahnya menjadi lebih hidup, lebih bermakna...

#BeGratefull ;)

https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(27 Desember 2012 pukul 4:22)

Badai di Sepotong Malam

Perisai... 
Sebuah kata yang tak asing lagi
Paling sering menyapa, tiap jam, menit, bahkan detik
Begitu aneh, namun bukan sebuah imajinasi ataupun fatamorgana
Berkali-kali ia datang
Berkali-kali aku menyambutnya dengan ramah
Meski luka dalam kian melebam dan menganga
Kini, ia datang di saat badai kerinduan akan mereka
Ia melesatkan panahnya diri segala penjuru
Tuhan... Maaf tak bisa memeluknya lebih erat dan membuatnya meradang... 

#ElegiKaku


https://www.facebook.com/teeamtamzir.bugeazt?ref=tn_tnmn
(22 Oktober 2012 pukul 23:30)

Selasa, 11 Maret 2014

Elegi Sang Loranthus


"Aku adalah salah satu ciptaan sang mahakuasa yang dianugerahkan hidup. Panggil saja aku, Loranthus. Sang mahasuci juga menitipkan rasa yang begitu suci padaku, namun terkadang ia menjelma bak bisa yang mematikan..."

Fajar membelah temaram langit subuh. Kicau burung bersahutan menyambut pagi. Embun berlarian mengepak sisa pesta semalam. Ia tak lupa mencumbu stomata dedaunan. Sepoi masih tidur nyenyak, ia masih kelelahan setelah bermabuk-mabukan dengan purnama semalaman suntuk.

Senyum mentari mulai tampak di antara dedaunan. Ia mengintip perlahan. Kicau burung makin riuh bersahutan memenuhi pendengaran, sang embun kini bergelantungan di pucuk-pucuk dedaunan dan pucuk-pucuk rerumputan. Sesekali ia menari memancarkan spektrum cahaya serupa kilau pelangi.

Aku menikmati riuhnya pagi pada dahan tempatku berdiri sekarang - tangkai pohon Jati yang begitu rindang. Dari kejauhan aku tersenyum menikmati harmoni pagi, sesekali mengintip mentari yang mulai meninggi. "Andaikan ku ada di sana, bermain bersama embun, burung, dan pucuk-pucuk basah itu" pikirku. Bukan kali pertama rayuan itu datang menyapa meski aku telah mengubur kata "andaikan dan keluarganya - seandainya, jika saja, andai kata". Setiap ia datang, maka bergegaslah aku mengusirnya dan menepisnya jauh-jauh.

Meski mereka dapat menikmati hijaunya daun, menikmati indahnya bunga - perpaduan merah, kuning, dan hijau - yang ku genggam, namun terkadang rasa janggal tetap saja mengganjal. Ada rasa yang sesekali berkoar, memberontak ingin melepaskan segala kutukan itu. Rasa memang begitu suci, namun ia kan menjelma menjadi bisa tatkala mata tak sanggup menatap warna, dan hati tak mampu lagi mengeja keindahan.

Memang aku tak pernah berpikir tuk menjadi Cemara yang menjulang menembus langit dengan daun jarumnya yang menghijau. Cukup menjadi Kers (Pranus Ceracus) itu lebih dari cukup. Meski tumbuh secara liar dengan batang sederhana, namun ia menjadi tempat yang nyaman bagi sang Kolibri (burung pengisap madu) untuk bermain atau sesekali menikmati buah kecil yang bergelantungan di ujung rerantingnya. Tapi, mungkinkah semua akan berakhir seindah itu?

Asaku berlarian, ia berlarian menuju lagit kelam. Semua tampak abu-abu.

Kini sepoi terbangun, ia beranjak dan mengejar sang embun yang kian menghilang tersapu terik mentari pagi. Hawa sejuk pun kembali terpancar. Ia membuyarkan lamunanku, menetralkan rasa yang mulai bertahta dalam asa.

"Mungkin suatu saat Tuhan kan memberi keajaiban, mengubahku menjadi sebatang pohon tanpa nama, atau mungkin aku kan tetap menjadi Loranthus. Namun yang pasti, Tuhan tak pernah menciptakan sesuatu tanpa makna, begitu pun Aku..."

#TM (10 Maret '14)

Senin, 10 Maret 2014

Aku, Bukan Aku

"Hal yang paling indah adalah ketika jiwa dapat menerima raga dengan segala bentuknya, menjadikan kekurangan raga adalah kelebihan baginya"


Semilir sepoi senja mulai berhembus. Seperi biasa, malas adalah sahabat sejati bagi Tirta kalau jam segini, Jam 4.00 Wita. Ia langsung membaringkan badannya yang minta rihat setelah melepas pakaian kerjanya.

"Huuuuuuuuuhhhhh, hari ini terasa berat dari biasanya" ucapnya sambil meraih sahabat yang selalu berkicau di pikirannya sedari tadi. Memang banyak yang bilang kepadanya kalau ia tak dapat hidup tanpa handphone-nya, tapi ia sangat beruntung karena penyakitnya paham betul karakter Tirta - tak kepikiran handphone saat kerja, kecuali kalau lagi bad mood aja.


Sudah 10 menit ia mengecek handphone-nya namun tak ada pesan yang masuk. Sebenarnya tidak tahu pesan siapa yang ia tunggu. Memang tak ada yang spesial dalam hubungannya dengan orang lain, hanya sebatas teman saja. Namun, ia selalu menanti sapaan, mungkin hanya sebatas say hellow aja atau bahkan pesan BC (broadcast) dari temannya itu bisa menjadi awal munculnya pembicaraan.


"Yah,,,,FB,Twitter, BBM kok pada sepi?? Bintang merah di kolom pemberitahuan juga tak kunjung tiba" pikirnya.


Waktu terus berlalu, Tirta pun pulang balik dari satu aplikasi sosmed ke sosmed lain, namun tak menemui yang ia cari. Pikirannya tertuju pada rutinitasnya yang begitu gilang-gemilang di mata orang. Seperti ada yang mengganjal dalam pikirannya. Sesuatu yang begitu berat sedang berkecamuk dalam benaknya. Ia memang begitu pandai memanage pikirannya (istilah yang ia cap untuk dirinya sendiri). Tak ada yang dapat membaca dengan fasih hal yang ia alami. Ia tak pernah cerita kepada orang lain tentangnya. Hanya sajak-sajak patah yang ia posting di wall atau TL (Time Line) sosmednya yang bisa mewakili sedikit tentang kisahnya. Baginya, yang paham dirinya adalah jiwanya sendiri dan sang pencipta jiwa dan raganya.


Pikirannya semakin jauh dan ia pun mulai timbul tenggelam dalam pergolakan rasa yang ia ciptakan sendiri. Seruan demi seruan bersahutan. Seperti pergolakan angin dan hujan, seruan itu pun kian berkoar. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dari rupanya. Ia kembali berkaca pada masa lalunya dan meraba jiwanya, namun ada sesuatu yang tak ia temui lagi. Ia telah memudar atau memang telah pergi. 


Semakin dalam ia meraba jiwanya, semakin banyak ketimpangan yang ia temukan, banyak yang tak berada pada posisinya lagi. Pergolakan rasa yang ia cipta makin hebat. "Ah,,,,aku tak mau larut dan tenggelam dalam dunia ini". 


Namun, semua di luar batas kuasanya. Pikirannya semakin leluasa, ia bertakhta atasnya. Kisah kupu-kupu tak bersayap yang selalu ia kumandangkan tiba-tiba kembali menyapa. Ia hanya tersenyum lesu. Pandangannya begitu nanar. Kini, kupu-kupu tak bersayap itu pun menjelma menjadi singa kecil yang tak bertaring.


"Ada-ada saja"

Mungkin ini adalah caranya bunuh diri perlahan-lahan.

Suara azan Magrib telah berkumandang. Tirta pun kembali dari dunia fantasinya. Kembali ia berpelukan dengan senja, berjabat dengan kelam yang kan membawnya ke dunia mimpi dan mempertemukannya dengan mentari pagi.



#TM (6 Maret 2014)