Keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan
yang selalu diajarkan di bangku sekolah. Beberapa orang, bahkan sebagian besar
orang, mempelajari keterampilan menulis sebelum mengenyam pendidikan di bangku
sekolah. Manusia belajar menulis mulai dari membentuk garis yang menyerupai
huruf hingga menyusun huruf-huruf itu menjadi kata, frasa, klausa, kalimat,
paragraf, wacana, atau sebuah buku. Keterampilan menulis sangat erat kaitannya
dengan keterampilan membaca, mendengar, melihat, dan berbagai keterampilan
lainnya. Hal ini selalu didengungkan oleh guru bahasa Indonesia kita sejak SD,
SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Seorang dosen Universitas Negeri Makassar pernah mengatakan
bahwa penulis yang hebat adalah pembaca yang hebat. Bahkan seorang penulis novel mengungkapkan
bahwa untuk menuliskan satu paragraf, penulis yang hebat harus membaca puluhan
buku. Jika ia ingin membuat sebuah buku, ia harus membaca ratusan buku (Liye,
Novel Rindu). Jadi, keterampilan menulis ini sangat erat kaitannya dengan
keterampilan membaca.
Sebenarnya, keterampilan menulis merupakan keterampilan
untuk mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan
perasaan. Sarana untuk mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui
bahasa akan dimegerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang
teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti (Tarigan, 1995: 117).
Untuk lebih mudah menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain, kita dapat
menuangkannya dalam bentuk tulisan yang mudah dipahami.
Setiap orang memiliki persfektif atau pandangan yang berbeda
tentang suatu objek atau masalah. Hal itu berpengaruh besar pada tulisan yang
dibuatnya. Meski tema yang diangkat sama, namun setiap penulis dapat melihat
dan mengupasnya dari sisi atau dari sudut pandang yang tidak sama. Semua
bergantung kepada penulisnya. Tak heran jika sebagian pembaca mengatakan,
“Penulis adalah tuhan atas karyanya”. Setiap orang diciptakan dan terlahir
berbeda (unik) dari manusia lainnya. Mereka pun pasti memiliki rasa, impian, kisah,
dan cerita yang berbeda. Bukan hanya itu. Manusia juga memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Cara untuk mengimbangi kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki pun beragam. Kita tidak pernah tahu kisah atau cerita sesorang secarah
pasti atau hakiki. Kita hanya bisa menebak, mengira, meski seseorang telah
mengatakannya secara jelas. Hanya sang mahatahu yang mengetahuinya secara
pasti. Kita hanya dititipi rasa itu, namun terkadang kita sendiri buram dengan
maknanya.
Semua yang kita miliki akan hilang dan berganti. Begitu pun
dengan pikiran, ide, gagasan. Namun dengan menuliskan ide atau kisah yang
pernah kita alami, kita tidak akan kehilangan seutuhnya. Ia akan menjadi
artefak, menjadi prasasti bahwa kita pernah ada. Dengan menuliskan kisah itu
dan membagikannya, entah itu di media sosial seperti sekarang ini, entah itu
dalam sebuah buku, maka kita telah menyimpannya dan menjaga keabadiaanya.
Tulisan tersebut akan menjadi bukti bahwa kita pernah ada.
Ia akan diwariskan kepada orang tua, saudara, keluarga, dan semua orang yang
telah membacanya. Setiap pikiran yang kita tuliskan memiliki pesan yang ingin
disampaikan. Mungkin ada yang menyampaikannya secara tersurat (langsung), ada
juga yang menyampaikannya secara tersirat (tak langsung). Tak peduli tulisan
itu berisi kesedihan ataupun bercerita tentang kebahagian. Biarkan pembaca yang
memaknani dan mengambil amanat dari sebuah tulisan.
Menurut Murti (2016), ada beberapa alasan seseorang menulis,
yaitu: (1) membagi ilmu dengan orang lain, (2) meninggalkan jejak untuk orang
lain, (3) menjadikan hidup lebih semangat, (4) menghimpun pahala, (5) membuat
lebih percaya diri, (6) menyembuhkan dan menghambat penyakit, (7) menuangkan
ide yang baik, (8) memperbaiki keadaan, (9) menambah pengetahuan, (10) menambah
kreativitas, dan (11) menuangkan impian. Jadi, menulis memberi banyak manfaat.
Berbicara tentang menulis. ia memang pekerjaan yang
gampang-gampang susah. Ide untuk menulis tidak datang setiap saat. Ide itu
terkadang muncul dan pergi begitu saja. Untuk itu, setiap ide yang datang harus
dituliskan karena jika dia pergi, ia tak pernah meninggalkan bekas, hilang.
Tere Liye (salah satu penulis produktif best seller Indonesia) pernah berkata, “Jangan pernah bertanya, ‘Di
mana kita mendapatkan inspirasi untuk menulis?’ karena inspirasi untuk menulis
itu dapat ditemukan dari mana saja.” Semua yang ada di muka bumi ini adalah
inspirasi. Air, tanah, udara, dan cahaya matahari merupakan sumber inspirasi.
Semua bergantung kepada kita, mau menuliskannya atau hanya menikmatinya melalui
indera tanpa mengabadikannya dalam bentuk tulisan ataupun gambar. Kalau hanya
menikmatinya melalui indera maka siap-siap mengucapkan, “Selamat tinggal”
karena semuanya akan hilang, lupa.
Menulis memang tak semuadah teori yang disampaikan oleh
orang-orang hebat ataupun tak semudah seperti yang saya tuliskan, tak semudah
membalikkan telapak tangan. Sangat susah malah, terutama memulainya. Namun,
setiap langkah yang besar pasti berawal dari langkah yang kecil. Seorang pelari
yang hebat pasti memulai dari titik nol. Ia pernah mengalami fase kehidupan
yang berjenjang. Ia tidak lahir dan langsung bisa berlari dengan gesitnya. Ia
mengalami metamorfosis kehidupan, belajar merangkak, berdiri, berjalan, dan
seterusnya.
Begitu halnya dengan menulis. kita harus selalu membesarkan
diri sendiri. Semua penulis tak mungkin langsung menjadi penulis yang hebat.
Kita harus memulai dengan menuliskan hal-hal yang ada dalam pikiran kita.
Mungkin hanya dalam satu kata, satu frasa, satu kalimat, satu paragraf, hingga
akhirnya nanti menjadi satu kisah yang utuh (satu buku atau beberapa buku).
Jadi, mulailah menulis walau hanya satu kata.
Tulisan yang telah selesai bukan berati finish. Tulisan yang telah dipublikasikan bukan lagi milik kita
sepenuhnya. Ada berbagai komentar pembaca tentang tulisan tersebut. Ada banyak
tanggapan orang tentang tulisan kita, misalnya dianggap alay (berlebihan), baper-an
(sensitif), dan berbagai komentar menjatuhkan lainnya. Begitu pula dengan
sanjungan. Jangan mudah mabuk dengan sanjungan yang diberikan orang lain. Jangan
pernah jadikan komentar itu sebagai racun, jadikan ia sebagai pupuk untuk
menyuburkan kemampuan menulis di masa yang akan datang. Tetaplah belajar dalam
semua tantangan dan kondisi yang ada.
Percayalah kepada diri sendiri. Setiap kisah yang kita
tuliskan adalah demi kebaikan. Ia akan bermanfaat kepada pembaca, cepat atau
lambat. Tulisan bukan hanya sekadar prasasti, melainkan juga obat untuk
menghilangkan ketimpangan yang ada, entah itu hanya sekadar menghibur (membuat
pembaca tertawa) entah itu menginspirasi pembaca. Menulis untuk kesenangan,
untuk hal positif, bukan untuk mengadu domba ataupun memecah belah kongsi
apatah lagi untuk menjatuhkan orang lain.
Luruskan niat, perbaiki tekad. Hal postif akan selalu
memberi nilai positif. Percaya pada hukum LOA (Law Of Attraction), apa yang engkau beri kepada alam, itu pula yang
alam akan berikan kepada Anda. (#TM 28 Feb ’16)
Referensi:
Liye, Tere. 2014. Rindu (novel). Bandung: Republika.
Murti, Tendi. 2016. Komunitas Menulis Online Club 5 Kelas B (KMO
Club 5/B). Via WhatsApp.
Tarigan, Henry Guntur.
2008. Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.