Kata
belajar bukanlah kata yang asing bagi semua orang, khususnya pelajar. Mendengar
kata belajar terkadang membuat seseorang pusing, bad mood, dan berusaha menepisnya cepat-cepat. Sebagian besar
pelajar, yang notabene tujuan utamanya belajar, justru sengaja tidak belajar.
Mereka memilih untuk berleha-leha, nongkrong dengan teman-teman mereka,
menonton sinetron televisi, bahkan lebih banyak lagi yang memilih berselancar
di dunia maya: facebook, line, BBM,
Instagram, Path, dan aneka sosial media lainnya. Belajar menjadi hal yang
sangat dibenci dan paling tidak menyenangkan.
Mendengar
kata belajar, yang ada dalam pikiran sebagian orang adalah membaca buku yang
mengakibatkan kantuk atau menulis angka dan menghafal rumus yang berjubel,
berlapis-lapis tiada habis. Belajar tak serumit itu. Belajar bisa dimaknai
sebagai sebuah refreshing atau
reksreasi batin. Semua bergantung pada persfektif atau pandangan setiap orang.
Apabila kita memandang belajar sebagai hal yang membosankan maka belajar akan
membosankan, tidak menarik. Namun, apabila kita memandang belajar adalah hal
yang menyenangkan maka belajar akan terasa menyenangkan, membahagiakan.
Para
ahli mendefinisikan belajar secara beragam. Menurut James O. Whittaker (dalam
Kurniawan, 2015) belajar adalah suatu proses agar perilaku yang dihasilkan atau
dimodifikasi melalui pelatihan atau pengalaman, sedangkan menurut Winkel (dalam
Kurniawan, 2015) belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Di sisi lain, Slameto (dalam
Kurniawan, 2015) menjelaskan bahwa belajar adalah proses mencoba untuk
mendapatkan perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Selain
itu, Skinner (dalam Herry, 2011) memberikan definisi belajar adalah “Learning is a process of progressive
behavior adaption” yaitu bahwa belajar merupakan suatu proses adaptasi
perilaku yang bersifat progresif. Menurut Mc. Beach (dalam Herry, 2011) memberikan
definisi mengenai belajar. “Learning is a
change performance as a result of practice”. Ini berarti bahwa belajar
membawa perubahan dalam performance,
dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan (practice). Hilgarde dan Bower (dalam Herry, 2011) mengemukakan
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respons pembawaan, pematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya. Menurut Thursan
Hakim (dalam Herry, 2011) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain.
Jadi,
sangatlah benar bahwa belajar bukan sekadar membaca materi ajar yang bertumpuk,
menghafal rumus yang berlipat ganda, atau pun menyelesaikan tugas rumah yang
diberikan, melainkan bagaimana kita mengubah perikau dengan hal-hal tersebut.
Hakikat belajar adalah adanya usaha untuk memperbaiki diri, mengasah potensi
yang dimiliki dan mengaplikasikannya atau menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari agar dapat memperoleh pemahaman baru yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan perubahan ke hal-hal yang sifatnya positif, misalnya perubahan
pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku.
Mengapa
Harus Belajar?
Manusia
dilahirkan dengan akal pikiran dan keterampilan masing-masing. Sejak kecil atau
bahkan sejak dilahirkan manusia sudah memulai proses belajarnya. Belajar
mengenali ibunya (orang tua) atau pun lingkungannya. Saat berusia kanak-kanak,
seorang anak belajar duduk, berdiri, berjalan, hingga akhirnya bisa berlari.
Semua proses belajar itu berjalan secala almiah. Namun, ketika dihadapkan
dengan belajar yang berhubungan dengan materi pelajaran, seolah mereka mangkir
dari proses alamiah itu. Mereka mencari cara atau alibi untuk lepas dari
tanggung jawab.
Tak
ada satu manusia pun yang terlahir dan langsung bisa berjalan dengan baik.
Begitu pun dengan pengetahuan. Tak ada manusia yang lahir dengan pengetahuan
yang luar biasa. Semua harus melalui proses belajar. Jadi, jangan heran jika
ada seorang anak yang lebih hebat dari orang yang usianya jauh di atas mereka
karena ia rajin belajar. Ingat, belajar adalah proses yang harus dijalani
secara terus-menerus untuk mendapatkan hasil maksimal. Begitu pun hidup.
Manusia hidup untuk belajar, belajar lebih mengenal penciptanya. Jangan pernah
letih untuk belajar.
Apa
Saja Tujuan dan Manfaat Belajar?
Belajar
bukanlah kegiatan yang sia-sia, tanpa tujuan. Dengan belajar kita sudah
melaksanakan kewajiban kita (perintah tuhan dan tanggung jawab hidup). Dengan
belajar wawasan seseorang akan bertambah dan akan menambah kreativitas dan akan
terampil menghadapi tantangan hidup. Dengan membiasakan diri untuk belajar,
seseorang akan menjadi pribadi yang mandiri dalam menghadapi tantangan hidup.
Belajar
adalah proses yang berjalan terus menerus dan akan mengembangkan pengetahuan,
sikap, atau keterampilan sesorang. Dengan belajar kualitas moral seseorang akan
semakin meningkat dan tingkat kecerdasannya akan bertambah. Tiada kerugian yang
diperoleh bagi seseorang yang rajin belajar.
Kendala
Apa Saja yang Sering Muncul dalam Belajar?
Meski
belajar menjajikan sejuta manfaat, terkadang tantangan dan hambatan datang
silih berganti. Kendala ini dapat muncul dari dalam diri sendiri dan dapat pula
muncul dari luar. Kendala yang paling sering muncul dari dalam diri sendiri
adalah munculnya rasa bosan (jenuh) sehingga malas untuk melakukan aktivitas,
terutama belajar. Selain itu, tidak adanya motivasi atau semangat juga menjadi
kendala utama dalam belajar. Hal ini bisa mengakibatkan seseorang gampang lelah
(untuk belajar), dan cepat mengantuk.
Kendala
eksternal biasanya muncul dari luar diri seseorang, biasanya lebih dominan
dipengaruhi oleh kurangnya perhatian orang tua. Orang tua yang sibuk bekerja
dan tidak memerhatikan anaknya dapat berdampak pada semangat belajar, bahkan
semangat hidup anaknya. Mereka merasa kekurangan perhatian dari orang tua
hingga akhirnya akan mencari perhatian kepada orang lain. Salah satu tempat
mereka mencari perhatian adalah guru. Namun, apabila mereka tidak mendapatkan
tempat atau perhatian gurunya maka mereka akan mencari perhatian dari
lingkungannya.
Faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Jika ia tumbuh
di lingkungan yang gemar belajar maka ia akan gemar belajar. Begitu pun
sebaliknya, jika seorang anak tumbuh di lingkungan yang ogah-ogahan belajar
maka ia tak acuh untuk belajar.
Bagaimana Menemukan Jiwa pada
Saat Belajar?
Apa
pun yang dilakukan jika sesuai dengan jiwa atau karakter kita maka ia akan
terasa sangat menyenangkan dan menggembirakan. Hal ini pun sama dalam hal
belajar. Jika kita sudah menjiwai pelajaran atau jika kita sudah merasa nyaman
belajar, dilarang pun kita akan tetap melakukannya. Namun kebanyakan orang jika
belajar (khususnya di kelas), mereka kehilangan jiwa. Raganya berada dalam
kelas, namun jiwa sudah melanglang buana entah ke mana. Hal ini tidak boleh
dibiarkan terus begitu saja. Kita harus melakukan perubahan, meski terasa
sulit.
Hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengenali gaya belajar. Kita biasanya merasa
nyaman pada saat kapan? Apakah kita lebih senang pada saat mendengar, membaca,
melihat, atau bergerak? Dengan menegnali gaya belajar, kita dapat menyesuaikan
gaya belajar kita dengan semua mata pelajaran (hal yang kita pelajari),
bagaimana pun orang lain menyajikannya.
Selain
gaya belajar, kita dapat menumbuhkan motivasi internal, motivasi dalam diri
kita sendiri. Sehebat apa pun orang lain
memberikan motivasi, lebih hebat motivasi yang bersumber dalam diri.
Ingat, setiap manusia adalah motivator hebat, minimal untuk dirinya sendiri.
Menjadikan belajar sebagai suatu kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan
kepada sang pencipta adalah motivasi internal yang luar biasa. Motivasi
selanjutnya yang perlu dikembangkan adalah motivasi eksternal. Menjadikan mereka
yang kita cintai, sayangi, sebagai motivasi dalam belajar sangatlah perlu. Kita
harus membayangkan perjuangan mereka, terutama orang tua, untuk membahagiakan
kita. Jadi sudah sepantasnyalah kita membalas sebagian jeri payah mereka untuk
membahagiakannya.
Dengan
menumbuhkan motivasi internal dan eksternal, semua yang kita lakukan dalam hal
kebaikan akan menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Semua yang dilakukan akan
bernilai ibadah. Kita tidak akan putus asa sesulit apa pun pelajaran atau
tantangan itu. Kita akan selalu berusa untuk mencintai tantangan yang ada. Kita
tidak akan membencinya karena benci akan membuat semuanya jadi gelap, runyam.
Macam-Macam
Gaya Belar
Menurut
DePetter dan Hearchi (dalam Putra, 2013) tipe belajar merupakan gaya belajar yang
dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap,
mengatur dan mengolah informasi. Sutanto (dalam Putra, 2013) membagi tipe belajar
seseorang menjadi tiga yaitu, tipe visual, tipe auditorial, dan tipe
kinestetik.
Mereka
dengan gaya belajar visual menyerap informasi dengan melihat hal yang ada di
depan mereka dan menyimpan gambar di otak mereka. Mereka sering menikmati
membaca, memiliki tulisan tangan yang bagus, sangat detail-riented, teratur,
dan memiliki kesadaran yang tajam warna dan bentuk. Mereka cenderung memiliki
kesulitan dengan petunjuk verbal dan mudah terganggu oleh kebisingan. Mereka
dapat mengingat wajah orang-orang lebih
baik daripada nama-nama mereka, dan mereka sering harus mempertahankan kontak
mata untuk melakukan percakapan dengan seseorang.
Mereka
dengan gaya belajar auditori akan lebih serius dengan mendengar dan berbicara.
Mereka sering berbicara lebih dari rata-rata orang, sangat sosial, menikmati
mendengar cerita dan lelucon, memahami konsep-konsep dengan berbicara tentang
mereka, dan mungkin unggul dalam musik atau seni pertunjukan. Kadangkala
beberapa pembelajar auditori membaca
secara perlahan dan memiliki kesulitan dengan tulisan, susah untuk mengikuti
petunjuk tertulis, dan sangat susah untuk tinggal diam untuk waktu yang lama.
Mereka ingat nama dan mengenali nada suara dengan baik, sementara tidak selalu
mengingat wajah orang-orang. Mereka sering bersenandung atau bernyanyi, dan
mereka mungkin berbisik kepada diri mereka sendiri saat membaca.
Orang-orang
dengan gaya belajar kinestetik belajar lebih baik dengan bergerak dan menyentuh
benda-benda secara langsung. Mereka ingin menjelajahi alam bebas, sering sangat
lincah, mungkin unggul dalam atletik dan seni pertunjukan, dan biasanya
mengekspresikan perasaan mereka secara fisik, seperti dengan memeluk dan
memukul. Mereka lebih suka mencoba keterampilan baru untuk diri mereka sendiri
bukannya diberikan arah atau ditampilkan demonstrasi.
Mereka
mungkin merasa sulit untuk duduk diam untuk jangka waktu yang lama dan mengalami kesulitan untuk membaca dan
mengeja. Mereka sering dianggap “sulit” dan salah didiagnosis dengan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder).
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pengajar telah menerima bahwa mereka
hanya belajar dengan cara berbeda dan mendesak pendidik untuk mempertimbangkan
kegiatan belajar yang lebih kinestetik.
Setiap
orang memiliki gaya belajarnya sendiri. Apabila seseorang telah mengetahui gaya
belajarnya dan mampu memaksimalkan dengan baik gaya belajar itu maka ia akan
menjadi insan yang melampui dirinya sendiri. Dengan kata lain, ia dapat dengan
mudah memahami hal yang dipelajarinya.
Tipe-Tipe
Pembelajar
Dalam
belajar atau menerima pelajaran, pembelajar dapat dianalogikan sebagai sebuah
gelas. Dalam sebuah grup facebook,
Kami Guru, dijelaskan secara detail tentang analogi seorang pembelajar. Seorang
pembelajar dapat dianalogikan sebagai gelas penuh, gelas kosong, gelas berpenutup,
gelas pecah, gelas Erlenmeyer, gelas bocor, dan gelas kosong berpenyaring.
Tipe
gelas penuh diibaratkan kepada mereka yang enggan menerima ilmu dari suatu
kegiatan pembelajaran, dikarenakan rasa diri yang sudah lebih pintar dan lebih
hebat. Ketika diberikan suatu hal baru, mereka menanggapinya dengan skeptis,
atau hanya sedikit menerimanya karena ilmu yang dimilikinya dirasa sudah lebih
mumpuni. Seperti halnya gelas penuh yang kemudian dituangkan air, pasti
kebanyakan akan meluber tumpah dan sisanya akan bercampur sedikit.
Tipe
gelas kosong diibaratkan kepada mereka yang siap menerima ilmu secara penuh
saat kegiatan pembelajaran secara terbuka dan sukarela. Entah mereka itu orang
yang sudah ekspert atau belum dalam
bidang tersebut, mereka tetap sukarela menampung apapun masukan dan ilmu yang
didapat dari mentor/gurunya terkait hal yang dipelajarinya. Bagaikan gelas
kosong yang siap diisi air apapun, dari manapun.
Tipe
gelas berpenutup diibaratkan kepada mereka yang menolak suatu pembelajaran dan
benar-benar menutup diri dari suatu hal yang baru, entah dikarenakan mereka
sudah ‘terisi’ atau belum. Biasanya direpresentasikan kepada seseorang yang
malas untuk menuntut ilmu atau menuntut ilmu dengan penuh keterpaksaan sehingga
tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.
Tipe
gelas pecah diibaratkan kepada mereka yang sama sekali tidak siap menerima
pelajaran. Fisik mereka ada di tempat belajar, tetapi pikiran mereka terkesan
entah di mana. Biasanya ini direpresentasikan kepada orang yang tidak
konsentrasi dalam kegiatan pembelajaran atau orang yang berpikiran kosong
ketika menerima pelajaran. Seperti air yang dituangkan kedalam gelas pecah yang
sudah hancur lebur, bahkan seperti air yang ditumpahkan tanpa gelas. Meluber
tanpa ada media yang mewadahinya.
Tipe
gelas Erlenmeyer diibaratkan kepada mereka yang cenderung kesulitan dalam
menerima materi yang disampaikan, bukan kesulitan berdasarkan motivasi, tetapi
kesulitan yang berdasarkan teknis. Semisal pelupa, sulit menangkap, dll. Hal
ini seperti air yang dituangkan ke dalam pipet yang memiliki lubang yang jauh
lebih kecil dapiada gelas, walaupun volumenya sama. Untuk mengantisipasinya
diperlukan ‘corong’ untuk membantu penuangan air agar lebih mudah.
Tipe
gelas bocor diibaratkan kepada mereka yang cenderung mudah lupa ketika
mendapatkan suatu materi pembelajaran. Seperti gelas bocor yang airnya akan
terus berkurang. Solusi dari hal ini adalah diperlukannya ‘penambal’, yang
dalam hal ini adalah media-media pengingat semisal catatan atau hal lain yang
dapat membantu dalam menjaga daya ingat.
Tipe
gelas kosong berpenyaring merupakan tipe yang paling recomended. Diibaratkan kepada mereka yang siap menerima ilmu
secara penuh saat kegiatan pembelajaran secara terbuka dan sukarela, tetapi
memiliki filter untuk menyerap mana yang baik dan menyaring mana yang kurang
baik untuk berikutnya. Karena memang setiap orang tidak ada yang sempurna, dan
tugas kita adalah mengambil kebaikan dari setiap orang dan membuang
kekurangannya. Seperti gelas yang berpenyaring, ketika dituangkan teh maka akan
dapat menampung air yang jernih dan membuang ampas-ampasnya.
Quotes
Para Ahli Tentang Belajar
Get
over the idea that only children should spend their time in study. Be a student so long as you still have
something to learn, and this will mean all your life. ~Henry L. Doherty
“Aturlah ide layaknya anak kecil
yang habiskan waktu mereka saat belajar. Jadilah penuntut ilmu selama kau masih
memiliki sesuatu untuk dipelajari, dan hal ini akan menjadi tujuan seluruh
hidupmu”
I
am learning all the time. The tombstone
will be my diploma.
~Eartha Kitt
“Aku belajar setiap waktu. Batu
nisan akan menjadi ijazahku.”
“Hiduplah seolah engkau mati besok.
Belajarlah seolah engkau hidup selamanya” – Mahatma Gandhi
“Pendidikan adalah tiket ke masa
depan. Hari esok dimiliki oleh orang-orang yang mempersiapkan dirinya sejak
hari ini” – Malcolm X
“Seseorang yang berhenti belajar
adalah orang lanjut usia, meskipun umurnya masih remaja. Seseorang yang tidak
pernah berhenti belajar akan selamanya menjadi pemuda” -Henry Ford
“Tujuan dari belajar adalah terus
tumbuh. Akal tidak sama dengan tubuh, akal terus bertumbuh selama kita hidup” –
Martimer Adler
“Berpikir adalah kegiatan tersulit
yang pernah ada. Oleh karena itu hanya sedikit yang melakukannya” – Henry Ford
“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu
tanpa agama adalah lumpuh.” – Albert Einstein
“Belajar memang bukan satu-satunya
tujuan hidup kita. Tetapi kalau itu saja kita tidak sanggup atasi, lantas apa
yang akan kita capai” – Shim Shangmin
“Sekolah maupun kuliah tidak
mengajarkan apa yang harus kita pikirkan dalam hidup ini. Mereka mengajarkan
kita cara berpikir logis, analitis dan praktis.” – Azis White
“Orang-orang yang berhenti belajar
akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan
menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh
“Adalah baik untuk merayakan kesuksesan,
tapi hal yang lebih penting adalah untuk mengambil pelajaran dari kegagalan” –
Bill Gates
“Jika seseorang bepergian dengan
tujuan mencari ilmu, maka Allah akan menjadikan perjalanannya seperti
perjalanan menuju surga” – Nabi Muhammad SAW
Referensi