Rabu, 13 Januari 2016

Rindu Tak Berujung

Sinar mentari semakin melemah
Sepoi senja pun membelai dengan lembut
Rindu pun berlarian memeluk
Mendekap erat-erat
Rindu yang tak dapat ku identifikasi
Tawa, haru, canda, calla, ah...semuanya...
Terima kasih senja...
Kau telah menghadirkan semuanya
Meski hanya sebatas imaji
Terima kasih jingga...
Kau telah menjadi pelabuhan rindu
Rinda yang tiada berujung....
13 Jan '13

Selasa, 12 Januari 2016

Tentang Hati Kecil (Lentera)

Hati kecil memang tak pernah salah
Ia adalah pelita dalam kegelapan hidup kita
Namun, tak jarang manusia selalu abai dengan kata hatinya
Selalu ada aksioma atas kebebalan
Atas kepandiran yang terjadi dalam hidup
Hanya kuasa Tuhan yang mampu menuntun kembali
Tetap istiqamah
Jangan pernah letih untuk bangkit
Meski kegagalan masa lalu terus membayangi
Kegagalan yang sesunghuhnya adalah ketika kita berhenti berusaha
Memilih larut dan tenggelam dalam kebodohan
Sumange Ele 

25 Quotes Tere Liye dalam Rindu

Rindu adalah salah satu buah pena Tere Liye, penulis yang mampu membius pembaca lewat untain kata yang begitu apik. Kalimatnya ringan, mudah dipahami, namun sarat akan makna. Novel ini disusun dengan deskripsi yang sangat detail. Tokoh, penokohan, dan latar cerita begitu kawin (menyatu). Tidak ada bagian yang patah. Berikut 25 Quotes Tere Liye dalam novel Rindu yang mampu menggetarkan hati.

Hanya dua alasan yang membuat seseorang memutuskan pergi sejauh mungkin. Satu karena kebencian yang amat besar, satu lagi karena rasa cinta yang amat dalam. (Tere Liye – Rindu: 33)

Sangat menyenagkan sekali jika cinta sejatimu adalah sahabat terbaikmu. (Tere Liye – Rindu: 89)

Kita boleh jadi membenci atas kehidupan ini, boleh kecewa, boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka jangan rusak kapal kehidupan milikmu hingga dia tiba di dermaga terakhirnya. (Tere Liye – Rindu: 284)

Lari dari kenyataan hanya akan menyulitkan diri sendiri. Semakin keras kau berusaha lari, semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriakmelawan, semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul memenuhi kepala. (Tere Liye – Rindu: 312)

Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. (Tere Liye – Rindu: 312)

Peluklah masa lalumu. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disisram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia. (Tere Liye – Rindu: 312)

Saat kita tertawa,hanyakitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangis itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. (Tere Liye – Rindu: 313)

Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar  dan membuktikan apa pun kepada siapa pun bahwa kita baik. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Pada akhirnya, kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang baik atau tidak. (Tere Liye – Rindu: 313)

Berhenti lari dari kenyataan hidup. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin. (Tere Liye – Rindu: 315)

Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu ternyata membenci orang yang seharusnya kita sayangi. (Tere Liye – Rindu: 372)

Saat kita membenci orang lain, sebenarnya kita membenci diri sendiri. Terima dengan sepenuh hati, maka kau akan bahagia dengan pilihanmu. (Tere Liye – Rindu: 373)

Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, bukan persoalan orang itu salah dan kita benar. Apakah orang itu jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati. (Tere Liye – Rindu: 374)

Kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, maupun dengan penghapus canggih, dengan apa pun itu. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya , bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong. (Tere Liye – Rindu: 376)


Lahir atau mati adalah takdir Allah. Kita tidak bisa menebaknya. Kita tidak bisa memilih orang tua, tanggal, tempat, ... tak bisa. Itu hak mutlak Allah. Kita tidak bisa menunda atau memajukannya walau sedetik. (Tere Liye – Rindu: 470)


Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Kita tak dapat mengendalikannya, namun kita dapat mengendalikan diri sendiri untuk menyikapinya. Bersedia menerimanya atau mendustakannya. (Tere Liye – Rindu: 471)


Biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, semoga kita lapang hati menerimanya. (Tere Liye – Rindu: 472)


Mulailah melihat suatu kejadian dari kacamata yang berbeda. (Tere Liye – Rindu: 472)


Cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, semakin tulus kau melepaskannya. Besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. (Tere Liye – Rindu: 492)


Kisah-kisah cinta di dalam buku itu, dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta manusia adalah Allah. 


Dia (Allah)-lah pemilik cerita sempurna di muka bumi ini. (Tere Liye – Rindu: 492)


Cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. (Tere Liye – Rindu: 376)


Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia dengan pohon berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuah pahit. (Tere Liye – Rindu: 493)


Jika harapan dan keinginan belum tergapai, belum terwujud maka teruslah memperbaiki diri sendiri, teruslah belajar. (Tere Liye – Rindu: 493)

Wahai laut yang temaram, apalah arti memiliki? Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.
Wahai laut yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan.
Wahai laut yang sunyi, apalah arti cinta? Ketika kami menangis terlukaatas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami tertunduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai laut yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dlam rindu hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja. (Tere Liye – Rindu: 495)


Menulis adalah salah satu cara terbaik menyebarkan pemahaman. (Tere Liye – Rindu: 501)



Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani, dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman. (Tere Liye – Rindu: 532)


By: #TM